Penyebab dan Tipologi Workaholic
Penyebab Workaholic/Hustle Culture
Workaholic secara rinci belum banyak memiliki bukti empiris,
bagaimana proses sebab-akibat dan jenis-jenisnya, namun beberapa hipotesis
peneliti dapat dibuktikan secara empiris. Pada dasarnya workaholic dapat disebabkan oleh faktor internal dan eksternal yang
mempengaruhi perilaku kerja individu. (Deci & Ryan, 2000) berpendapat bahwa
kebutuhan psikologis dasar internal, yaitu otonomi, kompetensi, dan keterkaitan
antara keduanya dapat dianggap sebagai sumber dari semua perilaku manusia.
Misalnya, seseorang bekerja keras untuk memenuhi kebutuhan internal otonomi
dengan kata lain menjadi mandiri disebabkan oleh usia dewasa awal karena baru
merintis karier, ingin menjadi mapan atau pada usia dewasa tengah-akhir bisa
jadi disebabkan oleh kemampuan finansial yang tergolong “belum mencukupi”
sehingga muncul perilaku workaholic;
pada faktor internal kompetensi, seseorang bekerja keras dengan tujuan untuk
merasa kompeten dibidang yang ia tekuni (merasa berhasil karena bisa melakukan
tugas pekerjaanya), dan bisa jadi karena keduanya. Pada faktor eksternal
dikaitkan dengan kebutuhan seseorang untuk mendapatkan pengakuan dari orang
lain atau menghindari kritik dari orang lain. Oleh sebab itu, seseorang dapat
memiliki perilaku workaholic.
Pada perspektif kognitif, individu dipengaruhi
oleh kognisi dasar (skema, asumsi, harapan, atribusi, dan automatic thoughts).
Jadi, jika seseorang memiliki citra diri rendah dan memiliki keyakinan dasar
bahwa kerja keras dapat menciptakan sebuah kesuksesan dalam hidup, orang
tersebut akan menunjukkan perilaku workaholic. Hal ini dapat dikaitkan
dengan teori positive self-efficacy (Bandura, 1986), jika efikasi diri
seseorang lebih baik di tempat kerja dibanding di luar pekerjaan dapat
memberikan dorongan pada individu untuk memprioritaskan tugas dari pekerjaan
tersebut. Menurut, Andreas, Hetland, dan Pallesen (2012), baru-baru ini
mengaitkan perilaku workaholic disebabkan oleh penghindaran pasif dan
pola reaksi depresi (harapan negatif atau tidak ada hasil) dikaitkan dengan
dorongan kerja obsesif.
Para peneliti khusus di bidang addiction
mengklaim bahwa workaholism memiliki kesamaan yang jelas dengan perilaku
adiktif lainnya (Eysenck, 1997; Goodman, 1990; Griffiths & Karanika-Murray, 2012; Sussman, 2012).
Model medis menekankan ketergantungan fisik pada suatu zat (internal atau eksternal) yang ditandai
dengan peningkatan toleransi, penarikan dan keinginan ketika pasokan zat
menurun, tidak ada atau dihapus (Brown, 1993). Diklaim bahwa perilaku workaholic
dirangsang oleh aktivitas fisik yang dihasilkan oleh individu. Misalnya,
bekerja keras untuk memenuhi tenggat waktu (deadline) (Fassel, 1990). Didasarkan pada model kecanduan psikologis, juga telah disarankan bahwa workaholism
dapat dikembangkan dan dipelihara oleh rasa lapar akan penilaian, penghargaan,
dan reputasi yang berakar pada sifat narsis (Andreassen, Ursin et al., 2012).
Menurut teori pembelajaran Skinner (1974), workaholism dapat dijelaskan melalui prinsip pembelajaran biasa selama syarat dari kondisi yang tepat hadir. Hal ini membuat siapa pun dapat menjadi workaholic. Pada prosesnya, operant-conditioning membuat perilaku workaholic terjadi karena perilaku sebelumnya yang serupa dan telah menimbulkan hasil positif, seperti pujian dari perusahaan, promosi, dan kenaikan gaji. Namun, dapat terjadi sebaliknya karena individu menghindari hasil negatif, seperti dikritik oleh atasan dan konflik di rumah atau di tempat kerja. Selain itu, teori pembelajaran sosial dari Bandura dapat menjelaskan mengapa perilaku workaholic dapat muncul pada individu. Seseorang yang melakukan proses modelling dari orang lain secara signifikan. Contoh, individu yang melihat orang tuanya bekerja keras sebagai buruh dengan jam kerja 40 jam/minggu dan sering mengambil kerja di jam lembur, karena faktor ekonomi dan kualitas pendidikan yang kurang, hal ini kemudian diasosiasikan pada diri individu yang melakukan modelling pada orang tuanya walaupun memiliki pendidikan lebih baik dan bekerja dengan jabatan yang bagus di sebuah perusahaan tetap membuat individu tersebut mengalokasikan perilaku hasil modelling pada pekerjaanya yang saat ini dilakukan meskipun bidangnya berbeda.
Tipologi Workaholic/Hustle Culture
Robinson (2013) menggambarkan empat jenis workaholic: the bulimic yang
menjadikannya titik untuk melakukan pekerjaan dengan sempurna atau tidak sama
sekali; the relentless yang secara kompulsif didorong untuk bekerja
dengan cepat dan memenuhi tenggat waktu, dan yang merasa sulit untuk berhenti
bekerja; the savoring yang dikonsumsi oleh keasyikan dengan detail
(mendapat emosi dan pengalaman positif); dan the attention-defisit yang
memulai banyak proyek / usaha tetapi menjadi mudah tumpul dan gelisah, terus
termotivasi untuk mencari tantangan lebih lanjut.
Spence dan Robbins (1992) menemukan workaholic antusias yang menandakan oleh peningkatan tingkat keterlibatan kerja, didorong oleh paksaan batin untuk bekerja, dan yang menemukan sukacita dan kepuasan besar dalam pekerjaan; dan workaholic non-antusias yang sama-sama terlibat dalam pekerjaan dan didorong secara internal, tetapi yang tampaknya mendapatkan sedikit kesenangan dari pekerjaan yang berlebihan. Jenis-jenis yang tidak antusias awalnya disebut workaholic nyata, sedangkan penunjukan non-antusias akhirnya ditambahkan ke tipologi (Bonebright et al., 2000).
DAFTAR PUSTAKA
Andreassen, Cecilie & Griffiths, Mark &
Hetland, Jørn & Pallesen, Ståle. (2012). Development of a work addiction
scale. Scandinavian journal of psychology. Vol 53, Hal. 265-72.
Andreassen, C., S. (2013). Workaholism: An
overview and current status of the research. Journal of Behavioral Addictions.
Vol 3 (1): Hal. 1-11.
Wijhe, Corine & Peeters, M.C.W. & Schaufeli, Wilmar. (2014). Enough is Enough: Cognitve Antecendents of Workaholism and Its Aftermath. Human Resource Management. Vol 53 (1): Hal. 157-177.
Balkeran, Arianna. (2020). "Hustle Culture
and the Implications for Our Workforce" [Tesis]. Faculty of the Weissman
School of Arts and Sciences. Baruch College. New York, United States.
Gambar
https://blog.meenistry.com/content/images/2020/02/shutterstock_226388392--1-.jpg
Post a Comment for "Penyebab dan Tipologi Workaholic"