Gambaran Self-esteem Mahasiswa Terhadap Perkembangan Kognitif dan Sosial Selama Perkuliahan Daring
Gambaran Self-esteem Mahasiswa Terhadap Perkembangan Kognitif dan Sosial Selama Perkuliahan Daring
Pendahuluan
Pada 31 Desember 2019 muncul kasus serupa dengan pneumonia yang
tidak diketahui di Wuhan, China (Lee, 2020). Kasus tersebut disebabkan oleh
virus corona atau yang dikenal dengan COVID-19 (Corona Virus Disease-2019).
Di Indonesia, kasus pertama terjadi di akhir Februari dan pada awal Maret
pemerintah sudah mengeluarkan kebijakan mengenai protokol kesehatan, salah
satunya adalah Surat Edaran Mendikbud Nomor 36962/MPK.A/HK/2020 menyatakan agar
seluruh kegiatan belajar mengajar baik di sekolah maupun kampus perguruan
tinggi menggunakan metode daring atau online sebagai upaya pencegahan
terhadap perkembangan dan penyebaran Coronavirus disease (Covid-19).
Pembelajaran secara daring diimplementasikan dengan beragam cara oleh pendidik
di tengah penutupan sekolah untuk mengantisipasi virus corona. Namun,
implementasi tersebut dinilai tidak maksimal dan menunjukkan masih ada
ketidaksiapan di kalangan pendidik untuk beradaptasi di iklim digital
(Charismiadji, 2020).
Kebijakan tersebut masih diterapkan hingga saat ini (ditulis, Juni tahun
2021) sehingga aktivitas-aktivitas terkait proses belajar dalam dunia
pendidikan formal masih dilaksanakan dengan daring, terutama pada aktivitas
mahasiswa di perguruan tinggi. Mahasiswa adalah peserta didik pada jenjang
perguruan tinggi, dalam Kamus Besar
Bahasa Indonesia (KBBI). Umumnya, rata-rata tahapan usia yang mengemban
pendidikan perguruan tinggi di Indonesia berada di tahapan remaja akhir-dewasa
awal pada jenjang sarjana.
Dewasa Awal
Dewasa awal atau biasa disebut adult berasal dari kata bentuk
lampau, yakni adultus yang memiliki arti telah tumbuh menjadi kekuatan
dan ukuran yang sempurna, atau telah menjadi dewasa. Dewasa awal adalah
individu yang telah menyelesaikan pertumbuhannya dan siap menerima kedudukan
dalam masyarakat bersama dengan individu dewasa lainnya (Hurlock, 1980).
Menurut Santrock (2002), masa dewasa awal adalah masa untuk bekerja dan
menjalin hubungan dengan lawan jenis, terkadang menyisakan sedikit waktu untuk
hal lainnya. Bagi kebanyakan individu, menjadi orang dewasa melibatkan periode
transisi yang panjang. Baru-baru ini, transisi dari masa remaja ke dewasa
disebut sebagai masa beranjak dewasa yang terjadi dari usia 18 sampai 25 tahun,
ditandai oleh ekperimen dan eksplorasi. Di mana banyak individu masih
mengeksplorasi jalur karier yang ingin mereka ambil, ingin menjadi individu
yang seperti apa, dan gaya hidup yang seperti apa yang mereka inginkan, hidup
melajang, hidup bersama, atau menikah (Arnett dalam Santrock, 2002).
Perkembangan Kognitif Dewasa Awal
Potret kognisi orang dewasa dalam karya Gisella Labouvie-Vief (1980,
1985), masa dewasa melibatkan pergerakan dari pemikiran hipotetis ke pragmatis,
suatu kemajuan struktural di mana logika menjadi alat untuk memecahkan masalah
dunia nyata. Menurut Labouvie-Vief, kebutuhan untuk berspesialisasi memotivasi
perubahan ini. Ketika orang dewasa memilih satu jalan dari banyak alternatif,
mereka menjadi lebih sadar akan batasan kehidupan sehari-hari. Dan dalam rangka
menyeimbangkan berbagai peran, mereka menerima kontradiksi sebagai bagian dari
keberadaan dan mengembangkan cara berpikir yang berkembang di atas
ketidaksempurnaan dan kompromi.
Pada individu dewasa, khususnya yang menjadi mahasiswa, perkembangan
kognitif menjadi salah satu aspek yang akan berkembang signifikan, selain
sosio-emosi dan fisik. Menurut Piaget (1967), mengakui bahwa kemajuan penting
dalam berpikir mengikuti pencapaian operasi formal. Dia mengamati bahwa remaja
lebih menyukai perspektif yang idealis, konsisten secara internal tentang dunia
daripada perspektif yang kabur, kontradiktif, dan disesuaikan dengan keadaan
tertentu. Refleksi Sharese sesuai dengan pengamatan para peneliti yang telah
mempelajari pemikiran postformal—perkembangan kognitif di luar tahap
operasional formal Piaget. Dalam memperjelas bagaimana pemikiran
direstrukturisasi di masa dewasa, terdapat beberapa teori berpengaruh, bersama
dengan penelitian pendukung. Keduanya, menunjukkan bagaimana upaya pribadi dan pengalaman sosial bergabung untuk memicu
cara berpikir yang semakin rasional, fleksibel, dan praktis yang menerima
ketidakpastian dan bervariasi di seluruh situasi.
Perkembangan Sosial Dewasa Awal
Individu yang memasuki masa dewasa akan mengalami perubahan dan
penyesuaian sosial serta psikologis sehingga dapat memunculkan kebingungan dan
ketidaknyamanan. Hal ini disebabkan oleh pergantian peran lama serta
penyesuaian nilai-nilai yang dipegang sebelumnya untuk kemudian dievaluasi
kembali, disesuaikan, atau bahkan dilepaskan (Matt, Seus, & Schumann, 1997,
dalam Shulman, dkk., 2005).
Hal ini didukung pula oleh teori Hurlock (2002) penyesuaian sosial
merupakan suatu kemampuan seseorang untuk menyesuaikan diri dengan orang lain
dan pada kelompok. Penyesuaian sosial terjalin dalam lingkup hubungan sosial
tempat individu hidup dan berinteraksi. Kemampuan dalam melakukan interaksi
pada dewasa awal akan menciptakan hubungan yang harmonis.
Self-esteem
Selain itu, perkembangan individu dipengaruhi oleh self-esteem.
Menurut Santrock (dalam Baron & Byrne, 2004), self-esteem merupakan
dimensi evaluatif yang menyeluruh mengenai diri. Self-esteem juga
disebut sebagai harga diri atau gambaran diri. Baron, Byrne, dan Branscombe
(dalam Sarwono & Meinarno, 2011) mengatakan bahwa self-esteem menunjukkan keseluruhan sikap yang dimiliki seseorang,
baik positif mau pun negatif.
Menurut Coopersmith (1967), self-esteem mengacu pada suatu
penilaian individu mengenai kelayakan dirinya dan menunjukkan sejauh mana
individu percaya dirinya mampu, signifikan, sukses, dan berharga. Self-esteem juga diartikan sebagai sikap, komponen evaluatif diri, dan penilaian
yang afektif terdiri dari perasaan
berharga dan penerimaan yang dikembangkan individu atas konsekuensi akan
kesadaran kompetensi dan umpan balik dari luar diri (Guindon, 2009).
Menurut Coopersmith (1967) terdapat empat aspek dalam self-esteem pada individu. Aspek-aspek tersebut, yaitu kekuatan, keberartian, kebajikan, dan kemampuan.
Kekuatan
Kekuatan atau power menunjukkan pada adanya kemampuan seseorang untuk dapat mengatur dan mengontrol tingkah laku dan mendapat pengakuan atas tingkah laku tersebut dari orang lain.
Keberartian
Keberartian atau significance menunjukkan pada kepedulian, perhatian, afeksi, dan ekspresi cinta yang diterima oleh seseorang dari orang lain yang menunjukkan adanya penerimaan dan popularitas individu dari lingkungan sosial.
Kebajikan
Kebajikan atau virtue menujukkan suatu ketaatan untuk mengikuti standar moral, etika, dan agama di mana individu akan menjauhi tingkah laku yang harus dihindari dan melakukan tingkah laku yang diizinkan oleh moral, etika, dan agama.
Kemampuan
Kemampuan atau competence menunjukkan suatu performasi yang tinggi
untuk memenuhi kebutuhan dan mencapai prestasi (need of achievement) di
mana level dan tugas-tugas tersebut tergantung pada variasi usia seseorang.
Oleh sebab itu, tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui
bagaimana gambaran self-esteem
mahasiswa terhadap perkembangan kognitif dan sosialnya selama perkuliahan
daring.
Metode
Metode penelitian ini menggunakan metode kualitatif-deskriptif
yang berfokus pada gambaran self-esteem
pada subjek selama perkuliahan daring. Pemilihan subjek didasarkan pada metode purposive
sampling, yakni pemilihan subjek yang didasarkan pada kriteria yang sesuai
dengan topik penelitian. Pada penelitian ini, kriteria subjek adalah mahasiswa
berusia 21 tahun dan sedang menjalani perkuliahan secara daring. Teknik
pengumpulan data dilakukan dengan cara wawancara semi-terstruktur. Data yang
diperoleh akan direduksi dan dianalisis secara kualitatif dalam penarikan
kesimpulannya.
Hasil Analisis
Pada penelitian ini, dipilih satu subjek yang sesuai
dengan kriteria. Berdasarkan hasil analisis, subjek DPR-I1(21) menunjukkan
bahwa gambaran self-esteem sebelum
pandemi memiliki arah yang positif dengan produktivitas subjek terhadap
kegiatan akademis (kuliah) dan hobi melukisnya. Hal ini didasari oleh jawaban
subjek DPR-I1(21), “Oke, kalau selama seumur hidup sih mungkin lebih ke arah
sebelum pandemi gitu ya, mungkin masih bisa ternilai positif sih”.
Kemudian, pada hasil wawancara mengenai pendapat
subjek tentang keberhasilan perkuliahan daring, subjek cenderung merasa tidak
berhasil. Dalam wawancara subjek DPR-I1(21) mengatakan, “Oke, terkait
berhasil atau tidaknya ya mungkin jika dipersentasekan saya lebih cenderung
justru 40% mungkin taraf keberhasilannya bagi saya sendiri”.
Berdasarkan kedua hal ini, asumsi pertama adalah
terdapat kontradiktif antara gambaran self-esteem
sebelum pandemi dan keyakinan keberhasilan subjek selama perkuliahan daring. Berikutnya,
pada wawancara berdasarkan aspek-aspek self-esteem
yang dikaitkan dengan perkuliahan daring, sebagai berikut:
1. Kekuatan
Pada aspek kekuatan, yaitu kemampuan individu dalam
mengatur atau mengontrol tingkah lakunya selama kuliah daring. Hasilnya seperti
pada wawancara subjek DPR-I1(21) mengatakan, “… selama pandemi itu kayak
ngerasa apa ya lebih kurang disiplin sih mas, gitu ... Dari saya pribadi ya
mas, saya pribadi mungkin saya juga punya hobi, saya juga seneng kayak berkarya
seni juga gitu, menciptakan karya seni, entah di lukisan, kemudian gambar, itu
yang memang yang saya jalani atas dasar rasa suka ya, mas dan cukup berpengaruh
juga dalam kehidupan termasuk dalam membangun semangat. Kemudian, kalau yang
kedua ada mungkin lebih ke arah managerial waktunya yang lebih wajib dilatih
lagi”.
Subjek mengalami masalah mengenai kedisiplinan selama
perkuliahan daring dan subjek percaya bahwa melakukan hal-hal yang disukai dan
mampu mengatur waktu dapat mengontrol dirinya dari tingkah laku lain yang tidak
diharapkan.
2. Keberartian
Di dalam aspek keberartian menjelaskan mengenai bagaimana
subjek menunjukkan afeksi di dalam lingkungan sosialnya. DPR-I1(21)
menjelaskan, “… kalo boleh jujur kualitas pertemanan juga makin memburuk sih
mas. Kalo dari kampus mungkin kita paham juga, di lingkup pertemanan kampus
dulu kita berasal dari daerah yang hampir rata-rata berbeda semua sehingga
ketika kita bicara, kita bertukar pikiran itu membawa sejumlah informasi yang
menurut kita penting tidak penting gitu, tapi asik gitu buat informasi itu
kayak misalkan cerita kebiasaan-kebiasaan di daerah masing-masing. Itu biasanya
dilakukan sambil makan siang gitu, beres kelas”.
Subjek merasa kualitas pertemananya memburuk akibat
hilangnya habit yang sudah dibangun sejak masa awal perkuliahan.
3. Kebajikan
Pada aspek kebajikan menjelaskan mengenai bagaimana subjek
dapat mengikuti aturan-aturan, norma, dan etika yang berlaku selama perkuliahan
daring. Dalam wawancara subjek DPR-I1(21) mengatakan, “tentang perkuliahan
daring dan tentang aturanya, mungkin saya pro-nya tuh kayak misalkan presensi,
di kampus saya, saya presensi menggunakan website resmi dari pihak kampus, kita
mengisi presensi menggunakan link yang diberikan oleh dosen. Jujur itu
membangkitkan kedisiplinan, gitu. pelatihan disiplin, karena kita kan jadi gak
bisa seenaknya sendiri. Kalau untuk yang kontra tuh kebijakan kampus yang
berlaku, maksudnya saya kontra tuh lebih ke arah kebijakan administrasinya,
pengelolaanya, bukan masalah kepada materi di kelasnya”.
Dalam aspek kebajikan, subjek mengalami pro dan kontra
untuk mengikuti aturan kampusnya, pro terhadap sistem yang dibuat untuk
pembelajaran mahasiswa dan kontra terhadap kebijakan administrasi dari kampus
DPR-I1.
4. Kemampuan
Pada aspek ini menjelaskan bagaimana kemampuan atau
hasil belajar subjek selama perkuliahan daring. Dalam wawancara subjek
DPR-I1(21) mengatakan, “meningkatkan prestasi usahanya tuh belajar terus,
jangan mudah bosen, tapi kita belajarnya juga kita harus cerdas juga kalau saya
lebih ke arah kita belajar boleh tapi jangan terpaku dengan pelajaran itu
sendiri. kita juga punya sumber literatur yang lebih luas, punya
obrolan-obrolan yang menarik dengan orang lain. Nah, ketika kita belajar
misalkan hanya dari satu buku, gitu memang bagus, kemudian bagusnya itu kita
paham secara detail, namun pada terkadang buku yang tercantum juga tidak
mempresentasikan praktiknya itu di lingkungan kehidupan kita. Maka, kita juga
harus pintar membaca situasi … Mungkin saya sendiri juga cukup terkejut ya akan
prestasinya dan juga bangga juga sama prestasi di semester ganjil kemaren. Posisi
nilainya juga lumayan cukup memuaskan dan hal tersebut dirasakan juga sama
teman-teman lainya ... Oke, untuk ekspetasi secara nilai akademik ya kalau bisa
lebih dari semester kemarin gitu. tapi, tetap sih segimana ini lebih asyik
offline sih gitu daripada online. Tapi kalau misal ekspetasinya, saya pengen
lah nilainya kalau memang hasil nilainya gak lebih, gak apa-apa, asalkan gak
turun”.
Pada aspek kemampuan, subjek merasakan adanya
peningkatan hasil nilai akademik dari perkuliahan daring.
Pembahasan
Pada penelitian ini, ditemukan hubungan kausal antara self-esteem pada subjek dan perkembangannya
dalam aspek kognitif dan sosial selama perkuliahan daring. Diketahui bahwa
subjek DPR-I1 sebelum perkuliahan daring memiliki self-esteem yang arahnya positif. Artinya, subjek memiliki
keyakinan, kepercayaan diri, kompetensi diri yang baik dan kemampuan sosial
yang berjalan secara positif. Saat pandemi covid-19, sistem perkuliahan
mengalami perubahan menjadi dilaksanakan secara daring. Dalam hal ini, subjek
mengalami beberapa perubahan, yaitu masalah kontrol perilaku, perkembangan
kognitif yang tidak maksimal, dan pengaruh kualitas hubungan sosial yang
mempengaruhi self-esteem pada subjek.
Pada masalah kontrol perilaku, subjek selama perkuliahan daring menjadi kurang
disiplin karena adanya perbedaan situasi, seperti jam kuliah, jam kosong, dan aktivitas
lainnya yang bisa dilakukan di tempat tinggalnya. Pada perkembangan kognitif,
subjek merasa adanya kendala-kendala yang menghambat dalam proses
pembelajarannya, seperti masalah teknis (jaringan) dan toleransi dosen. Tetapi,
hasil dari pembelajarannya selama perkuliahan daring memberikan kepuasan yang
membuat subjek merasa bangga. Pada perkembangan sosial, subjek merasakan adanya
penurunan kualitas pertemanan yang telah dibangun sejak masa awal perkuliahan,
yakni sebelum masa pandemi. Menurut subjek, komunikasi secara langsung sangat
mempengaruhi perkembangan sosialnya. Berdasarkan faktor-faktor yang ditemukan
di dalam penelitian ini subjek menunjukkan keyakinan diri yang cenderung rendah
selama proses perkuliahan daring, walaupun hasil perkuliahan daring subjek
merasa nilainya tidak memburuk tetapi faktor-faktor dalam aspek perkembangan
sosial, proses perkembangan kognitif, dan kontrol perilaku memberikan dampak
yang lebih besar. Oleh sebab itu, penelitian ini masih dapat dikembangkan
dengan populasi yang lebih banyak dan beragam.
Kesimpulan
Self-esteem merupakan gambaran mengenai diri sendiri baik positif
maupun negatif, berdasarkan kepercayaan, keyakinan, kompetensi, dan
keberhargaan yang dinilai oleh diri sendiri. Self-esteem dipengaruhi
oleh faktor internal, yaitu diri sendiri dan faktor eksternal berasal dari
lingkungan. Pada subjek DPR-I1 memberikan gambaran self-esteem yang arahnya cenderung negatif selama perkuliahan
daring dan perubahan gambaran self-esteem
berkaitan dengan perkembangan kognitif serta sosialnya. Perkembangan kognitif
pada dewasa awal adalah tahapan dimana pemikiran individu berada di tahap
kematangan yang ditandai oleh cara berpikir yang
semakin rasional, fleksibel, dan praktis yang menerima ketidakpastian dan
bervariasi di seluruh situasi yang berperan untuk menyelesaikan lebih dari satu
masalah. Perkembangan sosial dalam masa dewasa awal adalah ditandai oleh
individu mulai menyesuaikan diri dengan adanya perubahan peran di dalam
masyarakat dan keinginan memiliki hubungan interpersonal yang harmonis. Menurut
Erikson, individu di masa dewasa awal dihadapkan dengan tugas perkembangan
intimasi vs. isolasi. Oleh sebab itu, hubungan relasi sosial sangat
mempengaruhi perkembangan individu. Dalam perkembangan kognitif, subjek merasa
kurang nyaman dalam proses pembelajaran kuliah secara daring dan pada
perkembangan sosial, subjek merasakan adanya penurunan kualitas pertemanan.
Akibatnya, subjek mengalami perubahan pola perilaku dengan perubahan
kebiasaan-kebiasaan yang sudah berjalan lama, seperti menjadi kurang disiplin.
Namun, dalam situasi yang baru subjek sejauh ini berhasil beradaptasi dengan
kondisi di dalam perkuliahan daring dengan cara mengatur waktu, melakukan
aktivitas yang disenangi, menghubungi teman-temannya untuk menjaga relasi, dan
mencoba untuk tidak mudah bosan untuk meningkatkan self-esteem subjek ke
arah yang positif.
Referensi
Creswell, J. W. (2009). Research
design: Qualitative, quantitative, and mixed methods approaches (3rd
Ed.). Sage Publications, Inc.
Hurlock, Elizabeth B. (1980). Developmental Psychology: A Life-Span
Approach (5th Ed). AS: McGraw-Hill.
Santrock, J. W. (2011). Educational Psychology (5th Ed). New
York: McGraw-Hill.
Santrock, J. W. (2013). Life-span development (14th Ed.). New
York: McGraw-Hill.
Khairat, M., dan Adiyanti, MG. (2015). Self-esteem dan Prestasi
Akademik sebagai Prediktor Subjective Well-being Remaja Awal. Gadjah Mada
Journal Of Psychology. Vol 1(3): 180 – 191.
Kurniawan, A. & Adila, D.R. (2020). Proses Kematangan Emosi pada
Individu Dewasa Awal yang Dibesarkan dengan Pola Asuh Orang Tua Permisif.
INSAN Jurnal Psikologi dan Kesehatan Mental. Vol 5(1): 21-34.
Uswatun, Hasanah, Ludiana., dkk. (2020). Gambaran Psikologis Mahasiswa Dalam Proses Pembelajaran selama Pandemi Covid-19. Jurnal Keperawatan Jiwa. Vol. 8(3): 299 – 306.
Gambar
Post a Comment for "Gambaran Self-esteem Mahasiswa Terhadap Perkembangan Kognitif dan Sosial Selama Perkuliahan Daring"